BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia meningkat dengan
cukup cepat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk pada tahun 1971 yang
berjumlah 118.000.000 jiwa meningkat dengan pesat menjadi 220.000.000 jiwa pada
tahun 2005. Walaupun memiliki jumlah penduduk yang besar akan tetapi kualitas
penduduk Indonesia masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari Human Development Index (HDI) di mana
Indonesia hanya berada pada rangking 108 dari 177 negara.
Dalam rangka upaya pengendalian jumlah penduduk, pemerintah
menerapkan program Keluarga Berencana (KB) sejak tahun 1970 dimana tujuannya
untuk memenuhi perintah masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi
yang berkualitas, menurunkan tingkat atau angka kematian ibu, bayi, dan anak,
serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun
keluarga kecil berkualitas, (Dyah, 2009).
Berdasarkan laporan SDKI 2012, pemakaian jenis kontrasepsi
di Indonesia adalah kontrasepsi suntik (31,9%), pil (13,6%), Intra Uterine
Devices (IUD) (3,9%), implant (3,3%), MOW (3,2%), MOP sebesar (0,2%), cara
tradisional (4,0%) dimana pantang berkala (1,3%), metode senggama terputus
(2,3%), dan lainnya (0,4%).
Pemakaian alat kontrasepsi pada wanita kawin kelompok umur 15-19 tahun dan 45-49 tahun lebih rendah dibandingkan
mereka yang berumur 20-44 tahun. Wanita
muda cenderung untuk memakai alat
kontrasepsi modern jangka pendek seperti suntikan dan pil KB, sementara mereka
yang lebih tua cenderung untuk memakai
kontrasepsi jangka panjang seperti IUD dan sterilisasi wanita, (SDKI, 2012).
B.
Tujuan
a.
Tujuan
Umum
Untuk
mengetahui tentang metode KB alamiah metode kalender dan metode suhu basal
b.
Tujuan
Khusus
-
Dapat
mengetahui tentang pengertian KB metode kalender dan metode suhu basal
-
Dapat
mengetahui tentang keuntungan dan keterbatasan KB metode kalender dan metode
suhu basal
-
Dapat
memberikan asuhan pada ibu akseptor KB
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Metode
Kalender
1.
Pengertian
Metode kalender adalah metode yang
digunakan berdasarkan masa subur dimana
harus menghindari hubungan seksual tanpa perlindungan kontrasepsi pada hari ke
8-9 siklus menturasinya, (Handayani, 2010).
2.
Dasar
Ovulasi umumnya terjadi pada hari ke-15
sebelum haid berikutnya, tetapi dapat pula terjadi 12-16 hari sebelum haid yang
akan datang. Ovulasi selalu terjadi pada hari ke-15 sebelum haid yang akan
datang. Problem terbesar dengan metode kalender adalah bahwa ada jarang wanita
yang mempunyai siklus haid teratur 28 hari. Untuk dapat menggunakan metode ini
kita harus menentukan waktu ovulasi dari data haid yang dicatat selama 6-12
bulan terakhir, (Handayani, 2010).
3.
Keuntungan
metode kalender, (Handayani, 2010)
a.
Keuntungan
kontraseptif
-
Dapat
digunakan untuk mencegah atau mendapatkan kehamilan
-
Tanpa
resiko kesehatan yang berkaitan dengan metodenya
-
Tanpa
efek samping sistemik
-
Murah
b.
Keuntungan
non-kontraseptif
-
Pengetahuan
meningkat tentang sistem reproduksi
-
Hindari
persetubuhan selama fase kesuburan dari siklus haid dimana kemungkinan hamil
sangat besar
-
Kemungkinan
hubungan yang lebih dekat diantara
pasangan
-
Keterlibatan
pihak laki-laki meningkat dalam perencanaan keluaraga.
4. Keterbatasan/kekurangan metode kalender,
(Handayani,
2010)
-
Diperlukan
banyak pelatihan untuk bisa menggunakan dengan benar
-
Memerlukan
pemberi asuhan (non-medis) yang sudah terlatih
-
Memerlukan
penahan nafsu selama fase kesuburan untuk menghindari kehamilan
5. Efektifitas
Efektifitasnya bergantung pada
keikhlasan mengikuti petunjuk, angka kegagalan 1-25 kehamilan per 100 wanita selama
tahun pertama penggunaan, (Handayani, 2010).
6. Intruksi/ cara penggunaan metode
kalender
Menurut Handayani (2010), seorang
wanita menentukan masa suburnya dengan:
a.
Mengurang
18 hari dari siklus haid terpendek, untuk menentukan awal masa subur nya. Asal
angka 18=14+2+2 hari hidup spermatoza
b.
Mengurangi
11 hari dari siklus haid terpanjang untuk menentukan akhir dari masa suburnya.
Asal angka 11+14-2-1 hari hidup ovum
Kalkulasi masa subur secara tradisional
didasarkan pada 3 asumsi (Handayani, 2010):
a.
Ovulasi
terjadi pada hari ke-14 tambah kurang 2 hari sebelum permulaan haid berikutnya
b.
Spermatozoa
bertahan hidup 2-3 hari
c.
Ovum
hidup selam 24 jam
Contoh perhitungan masa subur dengan
metode kalender:
Ny. A menyatakan telah mengamati siklus
haidnya selama 8 bulan dan didapatkan data bahwa siklus haid terpendeknya 25
hari dan siklus terpanjangnya 30 hari. Hitung perkiraan masa subur yang di
alami oleh Ny A.
Jawab
:
Hari pertama persangkaan
Masa subur = siklus terpendek – 18
= 25 – 18
= 7
Hari terakhir persangkaan
Masa subur = siklus terpanjang – 11
=
30 – 11
=
19
Jadi Ny A harus abstinen/tidak
melakukan hubungan seksual pada hari ke-7 sampai dengan hari 19 dari siklus
mentrurasi.
7. Siapa yang bisa menggunakan/indikasi, (Handayani, 2010)
Wanita/pasangan :
a.
Dari
semua usia subur
b.
Dari
semua paritas, termasuk wanita nullipara
c.
Yang
oleh karena alasan religius atau filosofis tidak bisa menggunakan metode lain
d.
Tidak
bisa memakai metode lain
e.
Bersedia
menahan nafsu birahi lebih dari seminggu setiap siklus
f.
Bersedia
dan terdorong untuk mengamati, mencatat dan menginterpresikan tidak menggunakan/kontra
indikasi
8. Siapa yang seharusnya tidak menggunakan/kontra
indikasi, (Handayani,
2010)
a.
Perempuan
yang dari segi umur, paritas atau masalah kesehatannya membuat kehamilan
menjadi suatu kondisi resiko tinggi
b.
Perempuan
sebelum mendapat haid (menyusui, segera setelah abortus) kecuali MOB
c.
Perempuan
dengan siklus haid yang tidak teratur
d.
Perempuan
yang pasangannya tidak mau bekerjasama (berpantang) selama waktu tertentu dalam
siklus haid
e.
Perempuan
yang tidak suka menyentuh daerah genetalianya
9.
Yang
mungkin memerlukan konseling tambahan wanita, (Handayani, 2010)
a.
Yang
karena masalah umur, paritas atau kesehatannya membuat kehamilan menjadi suatu
hal yang beresiko tinggi
b.
Yang
siklus haid nya tidak menentu
c.
Yang
pasangannya tidak mau bekerjasama (menahan nafsu) selama saat-saat tertentu
dalam siklus tersebut
B.
Metode
Suhu Basal
1.
Pengertian
Suatu metode
kontrasepsi yang dilakukan dengan mengukur suhu tubuh untuk mengetahui suhu
tubuh basal, untuk menentukan masa ovulasi, (Handayani, 2010).
Suhu basal badan
adalah suhu dasar badan anda, yaitu suhu saat sedang istirahat dan tidak
mempunyai banyak tekanan. Perubahan suhu basal badan wanita dalam satu siklus
menstruasi akan membentuk pola tertentu apabila di catat dengan baik. Dalam
keadaan normal (sebelum dan sesudah ovulasi). Suhu basal badan mengalami
perubahan yang menetap dan berulang. Dengan melakukan pencatatan suhu setiap
hari, titik-titik itu bisa kita hubungkan hingga membentuk gambar kurva atau
gravik yang khas, (Cahyono, 2008).
2.
Dasar
Peningkatan suhu
badan basal 0,2 – 0,5 pada waktu ovulasi. Peningkatan suhu badan basal mulai 1-2
hari setelah ovulasi dan disebabkan oleh peningkatan kadar hormon progesteron,
(Handayani, 2010).
3.
Efektifitas
metode suhu basal
Efektifitas metode
suhu basal badan cukup baik dengan angka kegagalan 0,3 – 6,6 kehamilan pada 100
wanita pertahun, (Handayani, 2010).
Daya
guna teoritis adalah 15 kehamilan per 100 wanita per tahun, daya guna pemakaian
ialah 20-30 kehamilan per 100 wanita per tahun. Daya guna dapat ditingkatkan
dengan menggunakan pola cara rintangan , misalnya kondom atau obat spermatisida
disamping pantang berkala, (Sulistyawati, 2012).
4.
Keuntungan
metode suhu basal, (Handayani, 2010)
a.
Meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran pasangan terhadap masa subur
b.
Membantu
wanita yang mengalami siklus tidak teratur dengan cara mendeteksi ovulasi.
c.
Dapat
membantu menunjukkan perubahan tubuh lain selain lender servik.
d.
Berada
dalam kendali wanita
e.
Dapat
digunakan untuk mencegah atau meningkatkan kehamilan
5. Kekurangan metode suhu basal,
(Handayani, 2010)
a.
Perlu
diajarkan oleh spesialis keluarga berencana alami
b.
Membutuhkan
motivasi
c.
Suhu
tubuh basal dipengaruhi oleh penyakit, kurang tidur, stress/tekanan emosional,
alkohol, penggunaan sedatifa, imunisasi, iklim, dan gangguan saluran cerna
d.
Apabila
suhu tubuh tidak diukur pada sekitar waktu yang sama setiap hari ini akan
menyebabkan ketidakakuratan suhu tubuh basal.
e.
Tidak
mendeteksi permulaan masa subur sehingga mempersulit untuk mencapai kehamilan
f.
Membutuhkan
masa pantang yang panjang/lama, karena ini hanya mendeteksi masa pasca ovulasi
sehingga abstinen sudah harus dilakukan pada masa pra ovulasi.
6. Teknik Pencatatan, (Cahyono, 2008)
Alat dan bahan:
a. Termometer suhu basal (termometer
digital).
b. Grafik catatan suhu basal.
c. Pena atau pensil.
Waktu : Mulai berhentinya haid, setiap pagi hari.
Cara pengukuran:
a. Segera ukur suhu setelah bangun tidur
sebelum bangkit dari tempat tidur dan melakukan aktivitas lainnya (ke kamar
mandi, makan, minum, ngobrol). Serta dilakukan kurang waktu yang sama.
b. Waktu pengukuran yang bervariasi lebih
dari 1 jam.
c. Pengukuran suhu di tiga tempat:
1.
Mulut
Ujung
termometer diletakkan di bawah lidah dengan bibir tertutup selama ± 5 menit.
Jika menggunakan termometer digital ±1 menit.
2.
Vagina
Termometer
dimasukkan ke dalam vagina secara perlahan. Waktu pencatatan ± 3 menit.
3.
Anus
Olesi
terlebih dahulu ujung termometer dengan jelly. Termometer dimasukkan ke dalam
anus dengan perlahan. Posisi badan berbaring pada salah satu sisi dan lutut
ditarik ke atas. Waktu pencatatan ± 3 menit.
d. Untuk akurasi, bila salah satu metode
telah dipilih untuk digunakan, sebaiknya tidak menggantinya sampai siklus berikutnya.
e. Membuat grafik catatan suhu basal
dengan menggambarkan hasil pembacaan suhu melalui sebuah titik pada lokasi yang
sesuai. Titik-titik ini kemudian dihubungkan untuk membentuk sebuah grafik.
Jika terjadi lupa pengukuran, titik-titik tersebut tidak boleh disambung.
-
Termometer
manual ~ jika air raksa berhenti di antara dua angka, angka terendahlah yang
dicatat.
-
Termometer
digital ~ hanya mencatat satu angka
desimal.
f. Termometer sebaiknya dibersihkan dengan
kapas dan air dingin.
g. Segala sesuatu yang tidak biasa,
seperti demam, tidur larut, atau sebaiknya dicatat.
Beberapa informasi berharga bisa
didapatkan dari pencatatan ini (Cahyono, 2008):
a. Perbedaan suhu sesudah dan sebelum
ovulasi adalah 0,4-0,6 oC.
b. Pada siklus yang berovulasi, suhu tubuh
digambarkan dangan grafik yang bersifat bifasik.
c. Pada siklus yang tidak berovulasi, suhu
tubuh digambarkan dengan grafik yang bersifat monofasik.
d. Suhu akan tetap tinggi selama 12-14
hari kemudian menurun lagi dengan datangnya haid berikutnya.
e. Jika telah terjadi konsepsi kenaikan
suhu akan menetap lebih dari 19 hari.
BAB
III
TINJAUAN
KASUS
A.
Metode
Kalender
Asuhan Kebidanan pada Ibu Akseptor KB
Di BPS Jeumpa
Tanggal : 26 Maret 2014
Pukul : 17.00 WIB
S : Ny.
A usia 21 tahun datang ke BPS untuk mendapatkan informasi tentang KB. Ibu
memiliki 1 orang anak berusia 2 bulan. Ibu mengatakan bahwa tidak cocok menggunakan KB
hormonal dan juga mengatakan kram perut saat haid. Sebelumnya ibu
pernah mendengar tentang metode kalender dan tertarik menggunakannya.
O : keadaan
umum : baik
Kesadaran : compos
mentis
BB : 55 kg
TB : 156 cm
TTV :
TD : 135/100 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 37,6 oC
Pemeriksaan
lainnya dalam batas normal
A : Ibu akseptor KB kalender
P : - memberitahu ibu hasil pemeriksaan
-
Memberikan
konseling tentang KB metode kalender
-
Memberitahu
ibu bahwa untuk dapat menggunakan metode ini, ibu harus menentukan waktu
ovulasi dari data haid yang dicatat selama 6-12 bulan terakhir. Jika nantinya
siklus haid ibu teratur, ibu bisa menggunakan metode ini. Tapi jika tidak
teratur, metode ini tidak efektif untuk ibu
-
Memberikan
konseling tentang metode-metode KB lainnya
-
Ibu
mengerti apa yang disampaikan, ibu akan mendiskusikan kembali dengan suami mengenai
KB yang akan dipakainya
B.
Metode
Suhu Basal
Asuhan Kebidanan pada Ibu Akseptor KB
di BPS Jeumpa
Tanggal : 26 Maret 2014
Pukul : 20.00 WIB
S : Ny.
A usia 21 tahun datang ke BPS untuk mendapatkan informasi tentang KB. Ibu
memiliki 1 orang anak berusia 2 bulan. Ibu mengatakan selama ini berhubungan
seksual dengan memakai alat kontrasepsi kondom, namun ibu tertarik untuk
menggunakan KB alamiah metode suhu basal.
O : keadaan
umum : baik
Kesadaran : compos
mentis
BB : 55 kg
TB : 156 cm
TTV :
TD : 120/80 mmHg
N : 76 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 37,6 oC
Pemeriksaan
lainnya dalam batas normal
A : Ibu akseptor KB suhu basal
P : - memberitahu ibu hasil pemeriksaan
-
Memberikan
konseling tentang KB metode suhu basal
-
Memberitahu
ibu teknik pencatatan metode suhu basal
-
Memberitahu
ibu untuk tetap menggunakan kondom selama proses awal sampai ibu merasa yakin
dengan hasil suhu basalnya
-
Memberikan
konseling tentang metode-metode KB lainnya
-
Ibu
mengerti apa yang disampaikan, ibu merasa senang dengan metode KB yang
dipilihnya.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Metode kalender
adalah metode yang digunakan berdasarkan masa subur dimana harus menghindari hubungan seksual
tanpa perlindungan kontrasepsi pada hari ke 8-9 siklus menturasinya, (Handayani, 2010).
Metode suhu basal
adalah suatu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan mengukur suhu tubuh untuk
mengetahui suhu tubuh basal, untuk menentukan masa ovulasi, (Handayani, 2010).
Suhu basal badan
adalah suhu dasar badan anda, yaitu suhu saat sedang istirahat dan tidak
mempunyai banyak tekanan. Perubahan suhu basal badan wanita dalam satu siklus
menstruasi akan membentuk pola tertentu apabila di catat dengan baik. Dalam
keadaan normal (sebelum dan sesudah ovulasi). Suhu basal badan mengalami
perubahan yang menetap dan berulang. Dengan melakukan pencatatan suhu setiap
hari, titik-titik itu bisa kita hubungkan hingga membentuk gambar kurva atau
gravik yang khas, (Cahyono, 2008).
B.
Saran
Dalam penulisan
makalah ini penulis berharap agar makalah ini dapat memberi manfaat bagi
pembacanya dan berguna bagi penulis pula. Oleh karena itu, diharapkan kritik
serta saran yang dapat membangun dan meningkatkan dalam penulisan makalah di
masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Cahyono
dan Andari. 2008. Memilih Kontrasepsi
Alami dan Halal. Solo: Aqwamedika.
Dyah,
Sujiyatini. 2009. Panduan Lengkap
Pelayanan KB Terkini. Yogyakarta: Nuha Medika
Handayani, Sri, dkk. 2010. Pelayanan Keluarga Berencana.
Yogyakarta: Pustaka Rihama.
Sulistyawati, Ari. 2012. Pelayanan
Keluarga Bencana. Jakarta: Salemba Medika.